Dalam upaya menstabilkan nilai tukar rupiah, BI merevisi batas maksimal pembelian valuta asing melalui transaksi spot tanpa tujuan ekonomi yang jelas (underlying). Langkah ini diambil karena masih tingginya permintaan valas yang tidak terkait langsung dengan aktivitas ekonomi riil. Sebelumnya, batas tersebut ditetapkan sebesar US$25.000 atau setara per bulan untuk setiap nasabah.
“Karena itu, setiap transaksi pembelian valuta asing yang melebihi US$25.000 harus disertai dengan dokumen transaksi yang mendasari, seperti aktivitas perdagangan dan investasi. Selain itu, BI menetapkan bahwa jika nilai transaksi tersebut tidak merupakan kelipatan US$5.000, maka akan dibulatkan ke atas ke angka kelipatan terdekat,” jelas Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, dalam siaran pers pada hari Jumat, tanggal 28 Agustus 2015.
Tirta menegaskan bahwa pembatasan tidak akan diterapkan pada transaksi yang memiliki dasar jelas, seperti impor barang, pembayaran biaya pendidikan dan pengobatan di luar negeri, serta pelunasan utang luar negeri.
Tirta menjelaskan bahwa kebijakan BI dalam membatasi pembelian valuta asing untuk transaksi yang memiliki dasar (underlying) bertujuan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Hal ini dilakukan karena masih tingginya permintaan valas yang tidak berhubungan langsung dengan aktivitas ekonomi riil, sehingga berisiko menimbulkan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar serta mendorong praktik spekulatif.
Menanggapi hal tersebut, BI melakukan revisi kedua terhadap regulasi mengenai Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara bank dengan pihak domestik maupun asing. Menurut Tirta, perubahan ini mencakup penyesuaian batas minimal transaksi spot yang harus disertai dengan dokumen transaksi yang mendasarinya (underlying).
Sesuai dengan ketentuan sebelumnya, cakupan peraturan mengenai batas transaksi, menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, tidak hanya mencakup transaksi antara nasabah dan bank, tetapi juga mencakup transaksi antar nasabah serta aktivitas Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) yang dilakukan oleh bank maupun lembaga non-bank.
Dengan adanya penyempurnaan aturan ini, BI berharap pasar valuta asing dalam negeri menjadi lebih stabil, sehingga kebutuhan nyata masyarakat terhadap mata uang asing dapat terpenuhi guna menunjang aktivitas ekonomi.